Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang
paling baik di antara makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari
unsur jasmani dan rohani.[1] Jasmani yang
bersifat materil adalah berasal dari unsur tanah dan akan kembali ke tanah
setelah manusia meninggal dunia. Unsur biologis ini membuat manusia sama dengan
binatang.[2] Sedangkan
unsur rohani terdapat dua daya, yaitu daya berfikir yang berpusat di kepala yang
disebut akal, dan daya perasa yang berpusat di dada disebut qalbu.[3] Unsur rohani
yang membedakan manusia dengan binatang dan menjadi hakikat manusia.[4]
Manusia diciptakan Allah adalah untuk beribadah kepada-Nya dan menjadi khalifah di muka bumi. Hal ini berarti bahwa manusia harus menundukkan dan merendahkan diri kepada Allah dengan beribadah serta memakmurkan bumi, di antaranya mendiaminya, memeliharanya serta mengembangkannya demi kemaslahatan. “Ibadah dalam pengertian luas adalah menyembah Allah dalam segala tingkah laku manusia dengan niat mencari keridhaan-Nya semata.[5]
Manusia diciptakan Allah adalah untuk beribadah kepada-Nya dan menjadi khalifah di muka bumi. Hal ini berarti bahwa manusia harus menundukkan dan merendahkan diri kepada Allah dengan beribadah serta memakmurkan bumi, di antaranya mendiaminya, memeliharanya serta mengembangkannya demi kemaslahatan. “Ibadah dalam pengertian luas adalah menyembah Allah dalam segala tingkah laku manusia dengan niat mencari keridhaan-Nya semata.[5]
Dalam Surat Adz-Dzaariyaat ayat 56 dan Al-Baqarah ayat 30 Allah Swt
berfirman:
“Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.”[6]
“Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."[7]
Manusia akan dapat melaksanakan kewajiban dan peranan idealnya apabila unsur
jasmani dan rohani mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejalan dengan ajaran
Islam. “Untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmani dan rohani
tersebut, pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan….”.[8]
Dalam literatur Islam dikenal tiga lembaga pendidikan, yaitu keluarga, sekolah
dan masyarakat.[9] Melalui
lembaga tersebut maka jasmani manusia akan menjadi sehat, kuat dan terampil.
Akalnya menghasilkan ilmu pengetahuan, baik secara aqli maupun naqly. Jiwanya
berisikan nilai-nilai iman, ketaqwaan, dan akhlak mulia. Manusia demikian
adalah sumber daya manusia berkualitas.
Agama
memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk
berakhlak baik (takwa) atau buruk (fujur), potensi fujur akan senantiasa
eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau
hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila
potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan, maka prilaku
manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh
potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina,
membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main
judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan
ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui
pendidikan dan kegiatan keagamaan. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya
sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu
mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak
sesuai dengan ajaran agama.
Seiring dengan kemajuan zaman, banyak hal dapat kita nikmati dari perkembangan
di berbagai bidang yang melaju begitu cepat yang dapat membawa pengaruh besar
terhadap masyarakat. Manusia tidak boleh lari dari padanya karena takut
menghadapi dampak negatif yang dibawanya itu. “Kondisi tersebut merupakan
tantangan yang harus dihadapi dengan semangat juang dan rasa optimisme.”[10]
Lemahnya iman dan kurangnya pengetahuan agama akan berpengaruh terhadap
kesadaran manusia dalam mejalankan ajaran agama. Norma dan aturan yang sudah
ada sulit diterapkan karena kurangnya pemahaman dan pembiasaan. Dengan
kata lain, orang tua kurang memperhatikan pendidikan agama terhadap anak,
selain itu orang tua itu sendiri kurang bahkan tidak mengerti dengan
ajaran-ajaran agama yang ia anut, sehingga berdampak pada lingkungan sekitarnya
yang jauh dari nilai-nilai agama sehingga seringkali sikap dan tingkah lakunya
kurang sesuai dengan ajaran agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan
as-Sunnah.
Dalam kondisi demikian, maka perlu adanya suatu tindakan atau upaya
pembenahan dan penerapan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan
manusia. Masuknya iman ke dalam hati manusia adalah atas petunjuk atau hidayah
yang datang dari Allah, dan petunjuk itu tidak akan datang dengan sendirinya
tanpa usaha untuk mendapatkannya. “Nilai dan ajaran Islam tidak hanya dikenal
dan dimengerti tetapi harus dilembagakan dan dibudayakan agar berlaku dalam
kehidupan sehari-hari, karena nilai dan ajaran Islam mampu menjadi kendali dan
pedoman dalam kehidupan manusia.”[11]
Dalam konteks seperti di atas, maka perlu adanya upaya agar pemahaman
masyarakat terhadap nilai-nilai ajaran Islam semakin meningkat, sehingga
terciptanya pola pikir, sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan
ajaran Islam. Dan ini menjadi tanggung jawab serta kewajiban bersama bagi setiap muslim,
ulama dan tokoh agama, serta pemerintah. Allah Swt berfirman dalam
al-Qur`an :
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”[12]
Pemerintah,
dalam hal ini Kementerian Agama memiliki posisi
dan tugas dalam menjaga keharmonisan dalam kehidupan beragama di
Indonesia, hal ini mengacu kepada Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1
Tahun 2001 bahwa fungsi Departemen Agama meliputi empat masalah
pokok, yaitu :
“Pertama,
memperlancar pelaksanaan pembangunan di bidang keagamaan. Kedua, membina dan
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas serta administrasi departemen. Ketiga,
melaksanakan penelitian dan pengembangan terapan pendidikan dan pelatihan
tertentu dalam rangka mendukung kebijakan di bidang keagamaan. Keempat,
melaksanakan pengawasan fungsional.”[13]
Dalam usaha
mengimplementasikan fungsi di atas, maka penyuluhan agama Islam merupakan salah
satu bentuk satuan kegiatan yang memiliki nilai strategis, khususnya dalam
menjalankan fungsi memperlancar pelaksanaan pembangunan di bidang keagamaan.
Oleh
karena itu, penyuluh agama Islam memiliki peranan penting dalam
mengkomunikasikan ajaran agama dan program pembangunan melalui bahasa agama
kepada masyarakat. ”Setiap penyuluh agama merupakan komponen utama yang mempengaruhi
kinerja tugas operasional penerangan agama Islam yang belakangan
direstrukturisasi menjadi Pendidikan Agama Islam pada masyarakat dan
Pemberdayaan Masjid”.[14]
Dalam kaitan
ini, para penyuluh agama karena fungsinya yang strategis itu, memiliki tanggung
jawab untuk membawa masyarakat binaannya kearah kehidupan yang lebih baik dan
sejahtera, lahiriyah maupun batiniyah, sesuai dengan ajaran Islam.
”Penyuluh Agama Islam mempunyai
tugas pokok dan fungsi yang berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA)
Nomor 516 tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Penyuluh
Fungsional, yaitu dengan melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau
penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama kepada masyarakat”.[15]
Tugas
penyuluh agama Islam sekarang ini berhadapan dengan suatu kondisi masyarakat
yang berubah dengan cepat yang mengarah pada masyarakat fungsional, masyarakat
teknologis, masyarakat saintifik dan masyarakat terbuka. Dengan demikian,
setiap penyuluh agama secara terus menerus perlu meningkatkan pengetahuan,
wawasan dan pengembangan diri, dan juga perlu memahami visi penyuluh agama
serta menguasai secara optimal terhadap materi penyuluhan agama itu sendiri
maupun teknik menyampaikannya. Sehingga ada korelasi faktual terhadap
kebutuhan masyarakat pada setiap gerak dan langkah mereka.
Keberhasilan
seorang Penyuluh Agama Islam dalam melaksanakan tugasnya di masyarakat
dipengaruhi oleh beberapa komponen diantaranya komponen strategi dakwah yang
dipilih dan dirumuskan. Karena kemajemukan masyarakat Indonesia yang terdiri
dari berbagai suku, ras, tradisi, bahasa, serta status sosial ekonomi yang
berbeda-beda. Menghadapi kondisi ini seorang penyuluh harus menyusun strategi
yang tepat dalam pelaksanaan tugas kepenyuluhannya demi tercapainya tujuan
tugas itu. Disamping itu materi penyuluhan tergantung pada tujuan yang hendak
dicapai, namun secara global dapatlah dikatakan bahwa materi penyuluhan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu ” masalah keimanan (aqidah),
masalah keislaman (syari`ah) dan masalah budi pekerti (akhlakul karimah)”.[16]
Oleh karena
itu, penyuluh agama Islam mempunyai peranan penting dalam kehidupan beragama,
bermasyarakat dan bernegara. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 79
tahun 1985 bahwa : ”Penyuluh Agama mempunyai peranan sebagai pembimbing
masyarakat, sebagai panutan dan sebagai penyambung tugas pemerintah”[17]
Selanjutnya,
penyuluh agama Islam mempunyai fungsi yang sangat dominan dalam melaksanakan
kegiatannya, yaitu :
“Fungsi Informatif dan Edukatif, ialah Penyuluh Agama
Islam memposisikan sebagai da’i yang berkewajiban menda’wahkan Islam,
menyampaikan penerangan agama dan mendidik masyarakat dengan sebai-baiknya
sesuai ajaran agama. Fungsi Konsultatif, ialah Penyuluh Agama Islam menyediakan
dirinya untuk turut memikirkan dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi
masyarakat, baik secara pribadi, keluarga maupun sebagai anggota masyarakat
umum. Fungsi Advokatif, ialah Penyuluh Agama Islam memiliki tanggung jawab
moral dan sosial untuk melakukan kegiatan pembelaan terhadap umat / masyarakat
dari berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan aqidah,
mengganggu ibadah dan merusak akhlak”[18]
[10] Said Agil Husein al Munawar, Al Qur’an Membangun
Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta: Cipta Press, 2002, hlm. 288
[11] Sidi Gazalba, Islam dan Perubahan Sosial Budaya:
Kajian Islam Tentang Perubahan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Al Husnah,
1983, hlm. 171
[13] A. Chunaini
Saleh, H. Hartono, Struktur Organisasi Departemen Agama RI,
Jakarta : Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Dep. Agama RI, 2003, hlm. 1
[14]Kementerian Agama
Prov. Sumatera Selatan, Majalah Rukun Umat, Edisi 08/Thn.II/Jan.2009,
Palembang, Kankemenag Prov. Sumsel, 2009, hlm. 20
[15]Kementerian Agama
Prov. Sumatera Selatan, Buku Pedoman Penyuluh Agama Islam, Palembang,
Bidang Penamas dan Pemberdayaan Masjid (Kankemenag Prov. Sumsel), 2007, hlm. 1
[17]Depertemen Agama RI, Himpunan Peraturan Tentang
Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya, Jakarta. Direktorat
Jendaral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, 2000, hlm. 2
ditulis oleh : Sy. Rogaya, S.Ag (Penyuluh Fungsional KUA Kec. Pemulutan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar