SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN PEMULUTAN KABUPATEN OGAN ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

Senin, 09 Februari 2015

Peran Penyuluh Agama Islam Dalam Pembinaan Kegiatan Keagamaan

              Manusia diciptakan Allah  dalam struktur yang paling baik di antara makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani.[1] Jasmani yang bersifat materil adalah berasal dari unsur tanah dan akan kembali ke tanah setelah manusia meninggal dunia. Unsur biologis ini membuat manusia sama dengan binatang.[2] Sedangkan unsur rohani terdapat dua daya, yaitu daya berfikir yang berpusat di kepala yang disebut akal, dan daya perasa yang berpusat di dada disebut qalbu.[3] Unsur rohani yang membedakan manusia dengan binatang dan menjadi hakikat manusia.[4]

            Manusia diciptakan Allah adalah untuk beribadah kepada-Nya dan menjadi khalifah di muka bumi. Hal ini berarti bahwa manusia harus menundukkan dan merendahkan diri kepada Allah dengan beribadah  serta memakmurkan bumi, di antaranya mendiaminya, memeliharanya serta mengembangkannya demi kemaslahatan. “Ibadah dalam pengertian luas adalah menyembah Allah dalam segala tingkah laku manusia dengan niat mencari keridhaan-Nya semata.[5]
            Dalam Surat Adz-Dzaariyaat ayat 56 dan Al-Baqarah ayat 30 Allah Swt  berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”[6]

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya    Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."[7]

         Manusia akan dapat melaksanakan kewajiban dan peranan idealnya apabila unsur jasmani dan rohani mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejalan dengan ajaran Islam. “Untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmani dan rohani tersebut, pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan….”.[8]
        Dalam literatur Islam dikenal tiga lembaga pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.[9]  Melalui lembaga tersebut maka jasmani manusia akan menjadi sehat, kuat dan terampil. Akalnya menghasilkan ilmu pengetahuan, baik secara aqli maupun naqly. Jiwanya berisikan nilai-nilai iman, ketaqwaan, dan akhlak mulia. Manusia demikian adalah sumber daya manusia berkualitas.
           Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berakhlak baik (takwa) atau buruk (fujur),  potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan, maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan dan kegiatan keagamaan.  Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
            Seiring dengan kemajuan zaman, banyak hal dapat kita nikmati dari perkembangan di berbagai bidang yang melaju begitu cepat yang dapat membawa pengaruh besar terhadap masyarakat. Manusia tidak boleh lari dari padanya karena takut menghadapi dampak negatif yang dibawanya itu. “Kondisi tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan semangat juang dan rasa optimisme.”[10]
            Lemahnya iman dan kurangnya pengetahuan agama akan berpengaruh terhadap kesadaran manusia dalam mejalankan ajaran agama. Norma dan aturan yang sudah ada sulit diterapkan karena kurangnya pemahaman dan pembiasaan.  Dengan kata lain, orang tua kurang memperhatikan pendidikan agama terhadap anak, selain itu orang tua itu sendiri kurang bahkan tidak mengerti dengan ajaran-ajaran agama yang ia anut, sehingga berdampak pada lingkungan sekitarnya yang jauh dari nilai-nilai agama sehingga seringkali sikap dan tingkah lakunya kurang sesuai dengan ajaran agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
         Dalam kondisi demikian, maka perlu adanya suatu tindakan atau upaya pembenahan  dan penerapan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan manusia. Masuknya iman ke dalam hati manusia adalah atas petunjuk atau hidayah yang datang dari Allah, dan petunjuk itu tidak akan datang dengan sendirinya tanpa usaha untuk mendapatkannya. “Nilai dan ajaran Islam tidak hanya dikenal dan dimengerti tetapi harus dilembagakan dan dibudayakan agar berlaku dalam kehidupan sehari-hari, karena nilai dan ajaran Islam mampu menjadi kendali dan pedoman dalam kehidupan manusia.”[11]
       Dalam konteks seperti di atas, maka perlu adanya upaya agar pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai ajaran Islam semakin meningkat, sehingga terciptanya   pola pikir, sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan ajaran Islam.  Dan ini menjadi tanggung jawab serta kewajiban bersama bagi setiap muslim, ulama dan tokoh agama, serta pemerintah.   Allah Swt berfirman dalam al-Qur`an :
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”[12]

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian  Agama memiliki posisi dan tugas dalam menjaga keharmonisan dalam  kehidupan beragama di Indonesia, hal ini mengacu kepada  Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1 Tahun 2001 bahwa   fungsi Departemen Agama meliputi empat masalah pokok, yaitu :
“Pertama, memperlancar pelaksanaan pembangunan di bidang keagamaan. Kedua, membina dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas serta administrasi departemen. Ketiga, melaksanakan penelitian dan pengembangan terapan pendidikan dan pelatihan tertentu dalam rangka mendukung kebijakan di bidang keagamaan. Keempat, melaksanakan pengawasan fungsional.”[13]  

Dalam usaha mengimplementasikan fungsi di atas, maka penyuluhan agama Islam merupakan salah satu bentuk satuan kegiatan yang memiliki nilai strategis, khususnya dalam menjalankan fungsi memperlancar pelaksanaan pembangunan di bidang keagamaan.  Oleh karena itu, penyuluh agama Islam memiliki peranan  penting  dalam mengkomunikasikan ajaran agama dan program pembangunan melalui bahasa agama kepada masyarakat. ”Setiap penyuluh agama merupakan komponen utama yang mempengaruhi kinerja tugas operasional penerangan agama Islam yang belakangan direstrukturisasi menjadi Pendidikan Agama Islam pada masyarakat dan Pemberdayaan Masjid”.[14]
Dalam kaitan ini, para penyuluh agama karena fungsinya yang strategis itu, memiliki tanggung jawab untuk membawa masyarakat binaannya kearah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera, lahiriyah maupun batiniyah, sesuai dengan ajaran Islam.
”Penyuluh Agama Islam mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berdasarkan Keputusan  Menteri Agama (KMA) Nomor 516 tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Penyuluh Fungsional, yaitu dengan melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama kepada masyarakat”.[15]

Tugas penyuluh agama Islam sekarang ini berhadapan dengan suatu kondisi masyarakat yang berubah dengan cepat yang mengarah pada masyarakat fungsional, masyarakat teknologis, masyarakat saintifik dan masyarakat terbuka. Dengan demikian, setiap penyuluh agama secara terus menerus perlu meningkatkan pengetahuan, wawasan dan pengembangan diri, dan juga perlu memahami visi penyuluh agama serta menguasai secara optimal terhadap materi penyuluhan agama itu sendiri maupun teknik menyampaikannya. Sehingga ada korelasi faktual terhadap  kebutuhan masyarakat pada setiap gerak dan langkah mereka.
Keberhasilan seorang Penyuluh Agama Islam dalam melaksanakan tugasnya di masyarakat dipengaruhi oleh beberapa komponen diantaranya komponen strategi dakwah yang dipilih dan dirumuskan. Karena kemajemukan masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, tradisi, bahasa, serta status sosial ekonomi yang berbeda-beda. Menghadapi kondisi ini seorang penyuluh harus menyusun strategi yang tepat dalam pelaksanaan tugas kepenyuluhannya demi tercapainya tujuan tugas itu. Disamping itu materi penyuluhan tergantung pada tujuan yang hendak dicapai, namun secara global dapatlah dikatakan bahwa materi penyuluhan dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu ” masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syari`ah) dan masalah budi pekerti (akhlakul karimah)”.[16]
Oleh karena itu, penyuluh agama Islam mempunyai peranan penting dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 79 tahun 1985 bahwa : ”Penyuluh Agama mempunyai peranan sebagai pembimbing masyarakat, sebagai panutan dan sebagai penyambung tugas pemerintah”[17] 
Selanjutnya,  penyuluh agama Islam mempunyai fungsi yang sangat dominan dalam melaksanakan kegiatannya, yaitu :  
“Fungsi Informatif dan Edukatif, ialah Penyuluh Agama Islam memposisikan sebagai da’i yang berkewajiban menda’wahkan Islam, menyampaikan penerangan agama dan mendidik masyarakat dengan sebai-baiknya sesuai ajaran agama. Fungsi Konsultatif, ialah Penyuluh Agama Islam menyediakan dirinya untuk turut memikirkan dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, baik secara pribadi, keluarga maupun sebagai anggota masyarakat umum. Fungsi Advokatif, ialah Penyuluh Agama Islam memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan kegiatan pembelaan terhadap umat / masyarakat dari berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan aqidah, mengganggu ibadah dan merusak akhlak”[18]


[1] H.M. Arifin, Ilmu Pendidkkan Islam,  Jakarta. Bumi Aksara,  1994, hlm. 88
[2] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, PT Logos Wacana Ilmu,  1999, hlm. 67
[3] Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan…, hlm. 68
[4] Zuhairni, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1995, hlm. 77
[5] Masjfuk Zuhdi, Studi Islam : Ibadah, Jakarta,  Rajawali,  1995, hlm. 4
[6] Qs, adz-Dzaariyaat, 51:56
[7] Qs, al-Baqarah, 2:30
[8]  H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,  Jakarta Kalam Mulia,  1994, hlm. 88
[9] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta,  Kalam Mulia, 1994, hlm. 147
[10] Said Agil Husein al Munawar, Al Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta: Cipta Press, 2002, hlm. 288

[11] Sidi Gazalba, Islam dan Perubahan Sosial Budaya: Kajian Islam Tentang Perubahan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Al Husnah, 1983, hlm. 171

[12] Qs, an-Nahl, 16:125
[13] A. Chunaini Saleh, H. Hartono,   Struktur Organisasi Departemen Agama RI, Jakarta : Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Dep. Agama RI, 2003, hlm. 1
[14]Kementerian Agama Prov. Sumatera Selatan, Majalah Rukun Umat, Edisi 08/Thn.II/Jan.2009, Palembang, Kankemenag Prov. Sumsel, 2009, hlm. 20
[15]Kementerian Agama Prov. Sumatera Selatan, Buku Pedoman Penyuluh Agama Islam, Palembang, Bidang Penamas dan Pemberdayaan Masjid (Kankemenag Prov. Sumsel), 2007, hlm. 1
[16]Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, Al-Ikhlas, 1983, hlm. 60
[17]Depertemen Agama RI, Himpunan Peraturan Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya, Jakarta. Direktorat Jendaral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, 2000, hlm. 2
[18]Depertemen Agama RI, Himpunan Peraturan Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agam…,  hlm. 3

ditulis oleh : Sy. Rogaya, S.Ag (Penyuluh  Fungsional KUA Kec. Pemulutan)










Tidak ada komentar:

Posting Komentar